Posted in Diary Umma

Just Follow Your Childa

Hi, Readers!

Kalau kau melihatku saat ini, kau akan menjumpaiku termenung lesu di kursi taman. Kepalaku lunglai, terngiang pesan suamiku. “Kalau dapat ilmu parenting itu jangan ditelan bulat-bulat. Tidak semua orang itu kondisinya sama.”

Ya, dia benar. Aku sangat semangat menimba ilmu khususnya pengasuhan anak. Hingga aku berjumpa dengan salah satu grup WA yang sangat aktif.

Di sini hanya ada benar salah. Kalau tidak putih ya hitam. Semua berlandaskan dalil yang dipahami secara kontekstual. Wallahu alam

Aku bekerja di ranah pendidikan Islam, diminta resign. Padahal anakku selalu ikut dan aku utamakan meski di tempat kerja.

Si mentor mengajari anaknya mandi dengan air dingin sejak 6 bulan. Anaknya makan sendiri sejak 1,5 tahun. Anaknya gak jajan. Gak main sama tetangga.. Ya itulah anak ibu.

Anakku beda lagi.

Anakku mulai enjoy dengan mainan yang < 10 pcs, alhamdulillah

Anakku jarang-jarang beli susu UHT padahal sebelumnya sehari bisa 1-2 kotak, alhamdulilah.

Anakku supel, komunikatif, mudah diberitahu, alhamdulillah.

Syukuri apa yang ada. Belajar parenting itu untuk tau ilmunya. Bandingkan. Ambil sisi baiknya. Jangan telan bulat-bulat.

Reminder me.. sore ini gas eror. Mau masak air utk muadz mandi gak bs. Muadz mandi pakai air dingin agak lama. Setelah itu perjalanan ke Indihiang, jenguk bayi. Pulangnya muadz muntah masuk angin.

Di pom bensin muadz nunjuk tukang minuman seduh. Bisa jadi saat itu perutnya mual dan mau minum yang hangat. Tapi kami abaikan. Maafkan kami, Nak 😥

Posted in Institut Ibu Profesional

Tantangan itu Akan Selalu Ada

Hai, Readers!

Zona 3 bunsay sudah berakhir. Aku memilih hanya mengerjakan 8 tantangan karena sudah ada rapel di hari ke 3. Udah pasti bakal dapet badge good hihihi. Selain itu aku sudah merasa cukup mumpuni untuk mengelola emosi serta komunikasi produktif.

Ya, itu perasaanku saat mengerjakan 8 hari tantangan. Namun perasaan itu berubah saat detik-detik hari kedua belas dan waktu merefleksi.

Di suatu pagi, aku merasa kecewa dengan penolakan pasangan. Satu hari itu perasaanku tidak baik-baik saja dan sore harinya muadz tantrum. Menangis 40 menit karena bangun tidur lalu mau pup tapi sulit. Dia ngamuk dan minta badannya disabuni 3x dan dimasakkan air panas 3x. Tak lupa aku juga wudhu (belum sholat ashar) sebanyak 3x.

Puncak kekesalanku, aku sampai menggebrak kulkas sampai telapak tanganku sakit.

Esok paginya aku baru jujur ke pasangan dan case closed. Cukupkah sampai situ?

Oh, ternyata belum. Siangnya di sekolah ada rapat insidental. Aku pulang saat adzan ashar berkumandang. Posisinya muadz sedang tidur di rumah dijaga suami yang ingin berangkat ke masjid.

Oke fix, sekarang gantian yang kesalnya. Ya Allah..tantangan hidupku kok ya hadirnya di akhir-akhir begini 😂

Di refleksi ini aku hanya ingin mengalirkan rasaku dengan sejujurnya. Bahwa aku dan pasangan bukanlah manusia sempurna. Justru dengan ketidak sempurnaan itu kami saling menguatkan.

Saat ada salah satu dari kami yang emosinya yang naik, yang lain memilih diam. Berpikir tenang, realistis, menahan ucapan dan tindakan.

Aku sampai berpikir, agaknya saat tantangan hari 1-11 adalah pemanasan. Hari-hari berikutnya adalah ujian di kampus kehidupan.

Hmm, sepertinya benar begitu. Mari kuatkan mental dan kepasrahan pada Allah. Tantangan emosi dan komunikasi produktif itu akan selalu ada.