Rasa sebel aka sebal yang saya ‘pelihara’ sejak kemarin malam menuai karma. Outstanding performance yang saya perjuangkan gagal di hari keSEBELas. Qodarullah..
Dari pada merutuki yang sudah terjadi, lebih baik saya menuliskan pencapaian terbaik yang saya rasakan saat berkomunikasi dengan suami.
• Ingatkah saat saya mereview materi dari kakawi Dyas dan Kakawi Ika, saya sempat menanyakan keberadaan ulama Muslim di dunia psikologi perkembangan? Nah, bagi yang belum baca bisa klik ini, ya. Alhamdulillah biiznillah saya mendapatkan kesempatan emas berdiskusi dengan suami secara tidak sengaja di hari Jumat pagi.
Semuka suami sedang menyakan kabar adik saya di pesantren lalu tanpa sadar obrolan berlanjut hingga ke dunia psikologi. Masya Allah ternyata ada, lho ulama di bidang psikologi perkembangan. Ibnu Qayyim telah menulis kitab Tuhfatul Wadud fi Ahkamil Maulud yang isinya fase perkembangan anak. Auto nodong ini mah, beliin buat saya, Pak.. 😘
• kemarin malam saat saya menarik diri dengan menyibukkan baca novel karya HAMKA dan Adithya Mulya, suami saya tetap bertahan di sebelah saya. Dia berusaha PDKT secara fisik. Dan itu saya suka. Tak lupa dia mengajak ngobrol dan menggali perasaan saya saat ini.
Yah, meski akhirnya dia jadi juga pergi keluar kota, tingkat keSEBELan saya padanya sudah jauh berkurang banyak. Saya bisa melepasnya dengan hati yang jauh lebih ringan.
Kalau saya flashback ke masa kecil seusia SD, saat saya tidak diutamakan saya hampir selalu menarik diri. Pergi ke kamar, tidur di lantai yang dingin sambil berharap saat bangun sudah tidak bernyawa. Alhamdulillah Allah kasih kesempatan hidup hingga sekarang. Lewat tantangan zona 2 ini saya jadi mengenali innerchild saya yang belum selesai.
Wahai diriku yang kecil di dalam sana.. Perasaan yang kau rasakan wakt itu: sedih, kecewa, kesal, sebal, itu wajar, sayang. Dahulu kamu belum memiliki ilmu mengelola emosi. Dan belum ada yang mengajarimu melabeli emosi. Kini saya sudah belajar. Saya akan membantumu melabeli emosi dan memaafkan mereka yang telah membuatmu sedih, kecewa, kesal, dan sebal.
Sebagaimana mereka membuat kamu merasakan hal itu, mereka pun bisa jadi pernah merasakan hal itu darimu. Peluk erat diriku yang dulu, yang sudah mampu mengontrol emosi desdruktif sehingga tidak menyakiti orang lain. (Yah meski sedikit menyakiti dirimu, sih 😅)
Yakinlah, dengan ilmu kamu mampu melewati badai emosi setiap harinya. Terima kasih diriku yang selalu semangat memberdayakan diri.
Terima kasih diriku yang selalu giat belajar dan berani menjawab tantangan. Saya mencintaimu karena Allah. 🌹